Social Loafing, Sikap Pasif dalam Kelompok

Ilustrasi kelompok kerja di sebuah startup. (Sumber: Unsplash)
Isi Tabel

Pernah nggak sih kalian mendapatkan anggota kelompok yang bersikap pasif ketika mengerjakan tugasnya? Atau bahkan hanya numpang nama saja? Bila kondisi tersebut terjadi, maka bisa disebut sebagai social loafing

Dikutip dari laman Verywell Mind, istilah social loafing ini merujuk pada kecenderungan individu untuk melakukan lebih sedikit usaha saat menjadi bagian dari suatu kelompok. Apalagi tugas kelompok ini kerap dianggap banyak orang yang mengerjakannya.

Hingga terlintas dalam benak individu, bila sudah ada banyak orang mengapa harus turut mengerjakannya. Sebab, sudah banyak orang yang sibuk untuk melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, orang tersebut merasa bisa bersantai-santai.

Akibat anggapan tersebut, tugas kelompok tersebut malah dikerjakan oleh satu atau dua orang anggota. Sementara anggota lainnya, mereka bersenang-senang dan menjadi pemandu sorak. Padahal, seharusnya pekerjaan tersebut harus diselesaikan secara bersama-sama.

Baca juga: Kenali Pyjama Mindset di Tengah Pandemi

Tipe Social Loafing

Sementara itu, dilansir dari laman The Investors Book, ada dua tipe dari social loafing tersebut. Pertama, ada tipe free-rider effect. Pada jenis ini salah satu atau lebih anggota tim memiliki sikap santai. Sebab, mereka merasa bahwa kontribusi dalam tugas tersebut tidak terlalu wajib.

Kemudian, ada tipe sucker effect. Akibat free-ride effect, anggota lain pun merasa kelebihan beban tugas. Sebab, harus mengerjakan tugas orang yang tidak aktif berkontribusi. Hingga akhirnya anggota tim yang aktif pun merasa tereksploitasi hingga kehilangan motivasi.

Cara Mengatasi Social Loafing

Kondisi social loafing ini dapat kita cegah melalui beberapa cara. Ingin tahu bagaimana mengatasinya? Yuk, simak informasinya di bawah ini!

Membuat Kelompok Kecil

Pertama, kita dapat membuat kelompok kecil dalam mengerjakan tugas ini. Dengan orang yang sedikit, tentu pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota akan lebih jelas. 

Memberikan Apresiasi

Kedua, apresiasi kepada setiap anggota. Lewat apresiasi ini, mereka akan merasa peran yang dilakukannya ini memang cukup penting. Dengan begitu, kontribusi yang diberikan oleh mereka pun akan lebih banyak. Mereka juga merasa dihargai atas kerja kerasnya sehingga bisa termotivasi.

Melakukan Evaluasi

Terakhir, kita dapat melakukan evaluasi terhadap performa setiap anggota kelompok. Hal ini ditujukan agar mereka mengetahui apa yang perlu dibenahi dan ditingkatkan performanya. Apalagi evaluasi ini dapat bermanfaat untuk pekerjaan kelompok ke depannya.


Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa sebesar atau sekecil apapun kontribusi yang diberikan akan berdampak untuk memajukan kelompok. Sebab itu, kita perlu menghargai setiap proses yang dilalui. Lewat sebuah kontribusi nyata, kita bisa mendapatkan manfaat nantinya.

Baca juga: Burnout, Kondisi Kelelahan yang Berlebih di Kalangan Pekerja

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments