Beberapa waktu belakangan ini gaya hidup hustle culture atau gila kerja ini mulai populer di kalangan kawula muda. Hustle culture ini sendiri merujuk pada kebiasaan anak muda yang bekerja agar mencapai kesuksesan, tanpa memikirkan waktu untuk diri sendiri dan beristirahat.
Agata Paskarista, M.Psi.,CPS, psikolog klinis mengatakan, beberapa anak muda saat ini kerap menganggap bahwa semakin lama bekerja akan membuatnya sukses. Mereka pun terkadang melihat pencapaian orang lain dan menerapkan caranya pada kehidupannya.
Misalnya, seorang motivator membagikan kisah kesuksesannya karena dicapai dengan cara tidur dalam waktu singkat. Kemudian, setiap harinya digunakan untuk meningkatkan skill. Cerita seperti itu pun seringkali kita serap dan diterapkan dalam kehidupan pribadi.
“Padahal, kita tidak bisa menyamakan proses kesuksesan dengan orang lain. Bila seseorang berhasil dengan mengurangi jam tidur, maka belum tentu cara itu juga berlaku pada kita,” tuturnya dalam tayangan Instagram @mudahnyaman.
Meski begitu, masih banyak anak muda yang belum memahami soal kesuksesan. Hingga mereka memilih jalan untuk menerapkan gaya hidup gila kerja ini. Bukan hanya itu, beberapa dari mereka pun melakukan hal ini karena tuntutan finansial.
“Jadi, mereka memerlukan pemasukan keuangan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya,” katanya.
Dengan menerapkan hustle culture ini, sebenarnya akan ada kesehatan mental yang terganggu. Sebab, kebanyakan dari mereka tidak memiliki waktu istirahat sehingga dapat membuatnya stres. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui ciri-ciri hustle culture seperti apa. Yuk, langsung saja kita simak ciri-cirinya di bawah ini!
Baca juga: Arti TGIF untuk Kalangan Pekerja Kantoran
Munculnya Rasa Bersalah saat Libur Kerja
Agata mengatakan, seseorang yang menerapkan gaya hidup ini akan merasa bersalah sudah mengisi waktunya untuk beristirahat maupun refreshing. Mereka pun akan merasa cemas karena hal tersebut.
Misalnya, saat hari minggu memilih untuk santai-santai dahulu. Ketika melihat ada teman yang posting di sosial media, bahwa di hari minggu masih bekerja. Lalu, orang yang hustle culture ini pun langsung deg-degan. Kemudian, berpikir mengapa dirinya masih santai saja.
“Dengan kejadian ini, bisa menjadi salah satu indikator untuk hustle culture. Jika seseorang sudah merasa bersalah, maka mereka masuk ke kalangan hustling,” jelasnya.
Menambah Waktu Kerja
Seperti diketahui, setiap para pekerja umumnya bekerja selama 8 jam/hari. Akan tetapi, orang-orang yang terjebak dalam gaya hidup ini malah menambah jam kerjanya. Penambahan jam kerja ini didasarkan pada keinginan pribadi, bukan dari atasan kantor. Mereka merasa seperti ada tuntutan untuk menambahkan jam kerja sendiri.
“Beberapa dari mereka merasa bersalah karena tidak produktif kemarin-kemarin. Hingga akhirnya mereka berpikir untuk menghukum dirinya dengan cara menambah jam kerjanya,” jelasnya.
Selalu Membicarakan Soal Pekerjaan
Selanjutnya, seorang hustle culture ini juga tidak akan lepas dari topik pekerjaan. Bila bertemu dengan teman-temannya di luar kantor, orang tersebut pastinya akan terus berbicara atau menyinggung topik pekerjaan.
Padahal, posisi mereka sedang tidak bekerja. Tentunya, topik pembicaraan seperti itu akan membuat lingkungan sekitar pun jengah. Sebab, si hustle culture ini selalu mengaitkan pembicaraan dengan topik pekerjaan.
Hubungan dengan Lingkungan Sekitar Berantakan
Ketika seseorang menerapkan hustle culture, pastinya mereka tidak memiliki waktu untuk lingkungan sekitar. Apalagi hidup mereka hanya difokuskan untuk bekerja saja dengan durasi waktu yang lebih lama.
Bila kondisinya seperti itu, tentu mereka pun akan merasakan burnout atau rasa kelelahan yang berlebihan. Dengan burnout ini, tentu dapat mengakibatkan hubungan mereka dan orang lain menjadi berantakan. Sebab, orang yang mengalami kelelahan pastinya emosinya pun tidak terkontrol.
Itulah beberapa ciri dari seseorang yang terjebak dalam kondisi hustle culture. Jika merasakan ciri-ciri dari hustle culture ini, sebaiknya kamu perlu sadar dengan keadaan diri sendiri. Setiap orang memiliki waktunya masing-masing untuk mencapai kesuksesan, tak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Sebab itu, kamu perlu memiliki tujuan hidup yang realistis, sesuai dengan kemampuan diri sendiri.