Sosiolog UGM Ungkap Perempuan Rentan Terjebak Pinjol

Ilustrasi terjerat pinjol. (Sumber: Media Konsumen)
Isi Tabel

Beberapa tahun belakangan ini mungkin kita kerap mendengar pinjol atau pinjaman online. Sistem peminjaman uang yang dahulu terasa sulit karena perlu menyertakan sederet berkas-berkas.

Kini, masyarakat dapat dengan mudah melakukan pinjaman secara online. Meskipun, memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi, ternyata pinjol ini semakin mempermudah mereka juga untuk terjerat hutang.

Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyu Kustiningsih, S.Sos., M.A., mengatakan, bahwa perempuan adalah kelompok yang rentan terjerat pinjaman online. Apalagi dengan situasi pandemi Covid-19 sekarang ini.

“Sebab, di masa normal saja mereka sudah rentan. Tentunya, pandemi ini semakin menambah beban perempuan,” tuturnya dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (09/03).

Mengapa Perempuan Rentan Terjerat Pinjol?

Seperti diketahui, kondisi pandemi sekarang ini membuat banyak orang yang mengalami permasalahan ekonomi. Tidak sedikit pula perempuan, terutama ibu rumah tangga harus menerima kenyataan suaminya mengalami pendapatan yang turun.

Bahkan, beberapa dari mereka pun harus kehilangan mata pencahariannya karena menjadi korban PHK. Padahal, kebutuhan hidup keluarga setiap harinya terus meningkat. Dengan kondisi seperti ini, tentu menjawab alasan mayoritas perempuan, terutama di pedesaan menjadi korban pinjol.

Baca juga: Kasus Pinjol Ilegal Ramai, Haruskah Nasabah Melunasi?

Wahyu mengungkapkan, bahwa mereka mau tidak mau mengambil jalan pintas melalui pinjol. Sebab, cara tersebut memberikan pinjaman dengan persyaratan dan ketentuan yang mudah. Apalagi proses pencairan dananya bisa dikatakan cepat. Tentunya, berbeda dengan pinjaman di bank yang persyaratannya cukup rumit. Kemudian, proses pengajuannya pun tergolong memakan waktu panjang.

“Dalam kondisi keterdesakan ekonomi, masyarakat pun lebih memilih pinjol sebagai jalan pintas penyambung hidup,” ungkap Sosiolog UGM tersebut.

Menurut Wahyu, saat telah terjerat pinjol ini, biasanya perempuan tidak lepas dari adanya stigma di masyarakat. Beberapa stigma itu kerap muncul seperti dinilai tak mampu mengelola keuangan dengan baik, dianggap konsumtif, hingga tukang hutang. 

Sosiolog dari UGM ini pun mengutarakan, bahwa stigma-stigma yang muncul tersebut dapat membuat perempuan korban pinjol tertekan. Hingga akhirnya mereka memilih bunuh diri karena tidak kuat menahan malu.  

Baca juga: Pinjol Makin Marak, Ketahui Ciri-Ciri Pinjaman Online Ilegal!


Dengan kejadian ini, Wahyu menyarankan agar supporting system di lingkungan masyarakat lebih diperkuat. Sebab, lingkungan seperti itu dapat membuat korban pinjol mendapat dukungan atau bantuan dalam mencari solusi. 

“Masyarakat bisa menginisiasi gerakan bersama menghadapi krisis ini dengan cara membangun kelompok usaha kecil,” tutupnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments